BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latarbelakang
Dalam suatu perjanjian antara para pihak atau suatu
hubungan bisnis, selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa. Sengketa yang
terjadi seringkali terkait cara melaksanakan klausal-klausal perjajian, apa isi
perjanjian ataupun disebabkan hal lainnya di luar yang diatur dalam perjajian.
Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, ada beberapa cara yang biasanya dapat
dipilih, yaitu melalui mediasi, negoisasi, pengadilan dan arbitrase.
Bebicara mengenai arbitrase atau lembaga arbitrase,
sebenarnya sudah ada dan telah dipraktekkan selama berabad-abad (bahkan pertama
kali diperkenalkan oleh masyarakat Yunani sebelum Masehi). Namun, definisi
pasti mengenai apa arbitrase itu, masih saja ditemui begitu banyaknya perbedaan
pendapat. Namun, perbedaan pendapat tersebut tidak sampai menghilangkan makna
arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa melainkan justru memberikan
konsep yang berbeda-beda mengenai arbitrase. Ini memberikan suatu gambaran
bahwa menyelesaikan sengketa melalui arbitrse merupakan cara yang paling
disukai oleh para pengusaha kerena dinilai sebagai cara yang paling serasi
dengan kebutuhan dalam dunia bisnis. Kecenderungan untuk menyelesaikan sengketa
melalui arbitrase terlihat pada pencantuman arbitration
clause (klausul arbitrase) dalam kontrak-kontrak bisnis.
b.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang melatarbelakangi sehingga timbul yang namanya arbitrase?
2. Selain
kelebihan, kelemahan apa saja yang dimiliki oleh arbitrase?
BAB
II
PEMBAHASAN
a.
Pengertian
Arbitrase
Istilah arbitrase berasal dari kata ‘’arbitrare’’ (bahasa Latin) yang
berarti
‘’kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan’’.
Definisi secara terminologi dikemukakan berbeda-beda oleh para sarjana saat ini
walaupun sebenarnya mempunyai makna inti yang sama.
Subekti menyatakan bahwa arbitrase
adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim
berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau menaati
keputusan yang diberikan oleh hakim yang mereka pilih[1].
H. Priyatna Abdurrasyid menyatakan
bahwa arbitrase adalah suatu proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan
yudisial seperti oleh para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan
didasarkan kepada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak[2].
H. M. N Poerwosujtipto menggunakan
istilah perwasitan untuk arbitrase yang diartikan sebagai suatu peradilan
perdamaian, dimana para pihak bersepakat agar perselisihan meraka tentang hak
pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh hakim
yang tidak memihak yang ditunjuk oleh pihak sendiri dan putusannya mengikat
bagi kedua belah pihak[3].
Pada dasarnya arbitrase adalah suatu
bentuk khusus pengadilan. Poin penting yang membedakan pengadilan dan arbitrase
adalah bila jalur pengadilan menggunakan satu peradilan permanen atau standing court, sedangkan arbitrase
menggunakan forum tribunal yang dibentuk khusus untuk kegiatan tersebut. Dalam
arbitrase, arbitrator bertindak sebagai hakim dalam mahkama arbitrase,
sebagaimana hakim permanen, walaupun hanya untuk kasus yang ditangani[4].
Menurut Frank Elkoury dan Etna
Elkoury, arbitrase adalah suatu proses yang mudah atau simple yang dipilih oleh
para pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus oleh juru pisah
yang netral sesuai dengan pilihan mereka dimana keputusan berdasarkan dengan
dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para pihak setuju sejak semula untuk
menerima putusan tersebut secara final dan mengikat[5].
Di Indonesia, perangkat aturan
mengenai arbitrase yakni UU No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa, pasal 1 angka 1 mendefinisikan arbitrase sebagai cara
penyelesaikan sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.
Dari beberapa pengertian arbitrase
di atas, maka terdapat beberapa unsur kesamaan, yaitu:
1. Adanya
kesepakatan untuk menyerahkan sengketa-sengketa, baik yang akan terjadi maupun
akan terjadi kepada seorang atau beberapa orang pihak ketiga di luar peradilan
umum untuk diputuskan;
2. Penyelesaian
sengketa yang bisa diselesaikan adalah sengketa yang menyangkut hak pribadi yang
dapat dikuasai sepenuhnya, kususnya di sini dalam bidang perdagangan industri
dan keuangan; dan
3. Putusan
tersebut merupakan putusan akhir dan mengikat.
Dalam dunia ekonomi dan keuangan
arbitrase dapat diartikan
sebagai
praktik untuk memperoleh keuntungan dari perbedaan harga yang terjadi di antara
dua pasar keuangan. Arbitrase ini merupakan suatu kombinasi penyesuaian
transaksi atas dua pasar keuangan di mana keuntungan yang diperoleh adalah
berasal dari selisih antara harga pasar yang satu dengan yang lainnya.
Apabila harga pasar tidak
memungkinkan dilakukannya arbitrase yang menguntunkan, maka harga tersebut
merupakan ekuilibrium arbitrase (harga keseimbangan)[6].
b.
Kondisi
Arbitrase
Arbitrase bukanlah merupakan suatu
tindakan sederhana dari
pembelian
produk dari suatu pasar dan menjualnya di pasar lain dengan harga yang lebih
tinggi kelak. Transaksi arbitrase harus terjadi secara kesinambungan guna menghindari
terungkapnya risiko pasar ataupun risiko perubahan harga pada salah satu pasar sebelum
kedua transaksi selesai dilaksanakan. Dalam segi praktik, hal ini umumnya hanya
dimungkinkan untuk dilakukan terhadap sekurini dan produk keuangan yang dapat diperdagangkan
secara elektronis.
Arbitrase dimungkinkan apabila salah
satu dari ketiga kondisi ini terjadi:
1. Aset
yang sama tidak diperdagangkan dengan harga yang sama pada setiap pasar;
2. Dua
aset dengan arus kas yang identik tidak diperdagangkan dengan harga yang sama;
dan
3. Suatu
aset dengan nilai kontrak berjangka yang diketahui, dimana aset tersebut pada
saat ini tidaklah diperdagangkan pada harga kontrak berjangka dengan dikurangi
potongan harga berdasarkan suku bunga bebas risiko.
Salah satu contoh arbitrase adalah
sebagai berikut:
Misalnya
nilai tukar ( setelah dipotong biaya penukaran) di London adalah 5 Pounsterling
= 10 USD = 1.000 Yen dan nilai tukar di Tokyo adalah 1.000 Yen = 6 Pounstarling
= 12 USD. Sehingga dengan melakukan penukaran uang senialai ¥ 1.000 akan memperoleh $ 12 di Tokyo dan dengan
menukarkan $ 12 di London akan memperoleh ¥ 1.200, sehingga akan dilakukan
arbitrase untuk keuntungan sebesar ¥ 200 tersebut[7].
c.
Jenis
Arbitrase
Adapun beberapa jenis
arbitrase adalah sebagai berikut:
1. Arbitrase
Merger
Arbitrase merger
umumnya dilakukan dengan membeli saham dari perusahaan yang menjadi target
akuisisi disamping membeli dengan cara short selling saham perusahaan yang akan
mengambil alih.
2. Arbitrase
Obligasi Daerah
Arbitrase obligasi
daerah merupakan strategi pengelola investasi global yang menggunakan satu atau
dua tehnik. Umunya seorang manejer akan mencari kesepakatan atas nilai relatif
dengan cara melakukan penjualan dan pembelian obligasi daerah dengan jangka
waktu netral.
3. Arbitrase
Obligasi Konversi
Suatu obligasi konversi
merupakan obligasi dimana investor dapat mengembalikannya kepada perusahaan
penerbit dengan ditukarkan dengan sejumlah tertentu saham perusahaan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Harga dari obligasi konversi ini sangat sensitif
terhadap suku bunga, harga saham dan obligasi selisih kredit.
4. Depository
Receipts
Depository receipt adalah sekuriti yang ditawarkan
sebagai pengikut saham pada pasar asing, misalnya suatu perusahaan Jepang ingin memperoleh uang maka ia dapat
menerbitkan depository receipt pada the New York Stock Exchange, oleh karena terbatasnya jumlah
modal yang beredar pada bursa lokal.
5. Arbitrase
peraturan
Arbitrase peraturan adalah suatu
arbitrase dimana suatu
lembaga mengambil keuntungan atas selisih antara suatu risiko nyata atau risiko
ekonomis dengan posisi aturan yang ada.
Selain itu, Remy Sjahdeini menggolonkan arbitrase
menjadi 2
(dua) macam,
yaitu:
1.
Arbitrase Ad-Hoc
Menurut Sutan Remy Sjahdeini bahwa
arbitrase Ad-Hoc bersifat sekali pakai (eenmalig). Berarti, setelah para wasit
atau arbiter menjalankan tugasnya, maka arbiter atau majelis arbiter yang
memeriksa sengketa itu bubar
2.
Arbitrase Institusional
Merupakan suatu badan arbitrase
permanen yang telah mempunyai peraturan prosedur tersendiri untuk menyelesaikan
setiap sengketa yang diperiksanya.
Menurut
M. Yahya Harahap bahwa arbitrase institusional
sengaja
didirikan untuk menangani sengketa yang mungkin timbul untuk bagi mereka yang
menghendaki penyelesaian di luar peradilan. Arbitrase ini merupakan satu wadah
yang sengaja didirikan untuk menampung perselisihan yang timbul dari
perjanjian. Suyud Margono sebagaimana dikutip pula oleh A. Rahmat Rosyadi dan
Ngatino mengatakan bahwa arbitrase institusional merupakan lembaga atau badan
arbitrase yang bersifat permanen sehingga disebut “Permanent Arbital Body”[8].
d. Kelebihan dan Kelemahan Arbitrase
Lembaga arbitrase
disini adalah badan yang dipilih oleh para pihak
yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa
tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat
mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.
Arbitrase disini dapat berupa, klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu
perjanjian tertulis yang dibuat oleh para pihak sebelum timbul sengketa, atau
suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat oleh para pihak setelah
timbul sengketa. Berikut penjelasan mengenai kelebihan dan kelemahan dari
penyelesaian sengketa yang ditempuh melalui jalan arbitrase.
1. Kelebihan
ü Kerahasiaan
sengketa para pihak terjamin;
ü Dapat
dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administrasf;
ü Para
pihak dapat memilih arbiter yang memiliki pengalaman dan latar belakang yang
cukup mengenai masalah yang disengketakan, secara jujur dan adil;
ü Para
pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalah serta proses
dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
ü Putusan
arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur sederhana
dan langsung dapat dilaksanakan.
2. Kelemahan
ü Putusan
arbitrase sangat tergantung kepada kemanpuan teknis arbiter untuk memberikan
putusan yang memuaskan kepada kedua belah pihak. Karena walaupun arbiter adalah
seorang ahli, namun belum tentu dapat memuaskan para pihak.
ü Tidak
terikat dengan putusan arbitrase sebelumnya, atau tidak mengenal legal
precedence. Oleh karenanya, bisa saja terjadi putusan arbitrase yang berlawanan
dan bertolak belakang;
ü Pengakuan
dan pelaksanaan atau eksekusi putusan arbitrase bergantung pada pengakuan dan
kepercayaan terhadap lembaga arbitrase itu sendiri; dan
ü Proses
arbitrase ini akan memakan waktu , tenaga serta biaya yang lebih mahal, jika
ada salah satu pihak yang belum puas dan masih ingin memperkarakan putusa
arbitrase[9].
[1]
Subekti, Arbitrase Perdagangan, Bina
Cipta, Bandung, 1992, hal. 1.
[2]
H. Priyatna Abdurrasyid, Penyelesaian
Sengketa Komersial Nasional dan Internasional diluar Pengadilan, Makalah,
September 1996, hal. 1.
[4]
Briely J. Law, The Law of Nation,
Oxford, clarendon press, 1983, hal. 347.
[5]
Frank Elkoury dan Edna Elkoury, How
Arbitration Work, Wasington DC., 1974, dikutip dari M. Husseyn dan A. Supriyani Kardono, Kertas Kerja Ekonomi, Hukum dan Lembaga Arbitrase
di Indonesia, 1995, hal. 2.
[6]
Wikipedia diakses tanggal 11 Desember 2013.
[7]
Wikipedia, diakses pada tanggal 11 Desember 2013.
[8]
A. Rahmat Rosyadi dan Ngatino, hal. 81, dikutip
http://jurnal.fhunla.ac.id/index.php/WP/article/download/115/99,
tanggal 14 Des. 13
[9]
http://notaris-sidoarjo.blogspot.com/2012/11/kelebihan-dan-kekurangan- penyelesaian.html, diakses
tanggal 14 Des. 13
Harrah's Philadelphia Casino - Mapyro
BalasHapusHarrah's Philadelphia Casino 동해 출장안마 features 경상남도 출장마사지 561 slot machines, 동해 출장샵 the casino is home 충주 출장마사지 to more than 500 of the hottest games, such as 용인 출장안마 Wheel of Fortune, Fortune,