Selasa, 17 Desember 2013

makalah arbitrase

BAB I
PENDAHULUAN
a.      Latarbelakang
Dalam suatu perjanjian antara para pihak atau suatu hubungan bisnis, selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa. Sengketa yang terjadi seringkali terkait cara melaksanakan klausal-klausal perjajian, apa isi perjanjian ataupun disebabkan hal lainnya di luar yang diatur dalam perjajian. Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, ada beberapa cara yang biasanya dapat dipilih, yaitu melalui mediasi, negoisasi, pengadilan dan arbitrase.
Bebicara mengenai arbitrase atau lembaga arbitrase, sebenarnya sudah ada dan telah dipraktekkan selama berabad-abad (bahkan pertama kali diperkenalkan oleh masyarakat Yunani sebelum Masehi). Namun, definisi pasti mengenai apa arbitrase itu, masih saja ditemui begitu banyaknya perbedaan pendapat. Namun, perbedaan pendapat tersebut tidak sampai menghilangkan makna arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa melainkan justru memberikan konsep yang berbeda-beda mengenai arbitrase. Ini memberikan suatu gambaran bahwa menyelesaikan sengketa melalui arbitrse merupakan cara yang paling disukai oleh para pengusaha kerena dinilai sebagai cara yang paling serasi dengan kebutuhan dalam dunia bisnis. Kecenderungan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase terlihat pada pencantuman arbitration clause (klausul arbitrase) dalam kontrak-kontrak bisnis.
b.      Rumusan Masalah
1.      Apa yang melatarbelakangi sehingga timbul yang namanya arbitrase?
2.      Selain kelebihan, kelemahan apa saja yang dimiliki oleh arbitrase?

BAB II
   PEMBAHASAN
a.      Pengertian Arbitrase
Istilah arbitrase berasal dari kata ‘’arbitrare’’ (bahasa Latin) yang
berarti ‘’kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan’’. Definisi secara terminologi dikemukakan berbeda-beda oleh para sarjana saat ini walaupun sebenarnya mempunyai makna inti yang sama.
            Subekti menyatakan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan yang diberikan oleh hakim yang mereka pilih[1].
            H. Priyatna Abdurrasyid menyatakan bahwa arbitrase adalah suatu proses pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan yudisial seperti oleh para pihak yang bersengketa, dan pemecahannya akan didasarkan kepada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak[2].
            H. M. N Poerwosujtipto menggunakan istilah perwasitan untuk arbitrase yang diartikan sebagai suatu peradilan perdamaian, dimana para pihak bersepakat agar perselisihan meraka tentang hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memihak yang ditunjuk oleh pihak sendiri dan putusannya mengikat bagi kedua belah pihak[3].
            Pada dasarnya arbitrase adalah suatu bentuk khusus pengadilan. Poin penting yang membedakan pengadilan dan arbitrase adalah bila jalur pengadilan menggunakan satu peradilan permanen atau standing court, sedangkan arbitrase menggunakan forum tribunal yang dibentuk khusus untuk kegiatan tersebut. Dalam arbitrase, arbitrator bertindak sebagai hakim dalam mahkama arbitrase, sebagaimana hakim permanen, walaupun hanya untuk kasus yang ditangani[4].
            Menurut Frank Elkoury dan Etna Elkoury, arbitrase adalah suatu proses yang mudah atau simple yang dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai dengan pilihan mereka dimana keputusan berdasarkan dengan dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para pihak setuju sejak semula untuk menerima putusan tersebut secara final dan mengikat[5].
            Di Indonesia, perangkat aturan mengenai arbitrase yakni UU No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, pasal 1 angka 1 mendefinisikan arbitrase sebagai cara penyelesaikan sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
            Dari beberapa pengertian arbitrase di atas, maka terdapat beberapa unsur kesamaan, yaitu:
1.      Adanya kesepakatan untuk menyerahkan sengketa-sengketa, baik yang akan terjadi maupun akan terjadi kepada seorang atau beberapa orang pihak ketiga di luar peradilan umum untuk diputuskan;
2.      Penyelesaian sengketa yang bisa diselesaikan adalah sengketa yang menyangkut hak pribadi yang dapat dikuasai sepenuhnya, kususnya di sini dalam bidang perdagangan industri dan keuangan; dan
3.      Putusan tersebut merupakan putusan akhir dan mengikat.

Dalam dunia ekonomi dan keuangan arbitrase dapat diartikan
sebagai praktik untuk memperoleh keuntungan dari perbedaan harga yang terjadi di antara dua pasar keuangan. Arbitrase ini merupakan suatu kombinasi penyesuaian transaksi atas dua pasar keuangan di mana keuntungan yang diperoleh adalah berasal dari selisih antara harga pasar yang satu dengan yang lainnya.  
            Apabila harga pasar tidak memungkinkan dilakukannya arbitrase yang menguntunkan, maka harga tersebut merupakan ekuilibrium arbitrase (harga keseimbangan)[6].
b.      Kondisi Arbitrase
Arbitrase bukanlah merupakan suatu tindakan sederhana dari
pembelian produk dari suatu pasar dan menjualnya di pasar lain dengan harga yang lebih tinggi kelak. Transaksi arbitrase harus terjadi secara kesinambungan guna menghindari terungkapnya risiko pasar ataupun risiko perubahan harga pada salah satu pasar sebelum kedua transaksi selesai dilaksanakan. Dalam segi praktik, hal ini umumnya hanya dimungkinkan untuk dilakukan terhadap sekurini dan produk keuangan yang dapat diperdagangkan secara elektronis.
            Arbitrase dimungkinkan apabila salah satu dari ketiga kondisi ini terjadi:
1.      Aset yang sama tidak diperdagangkan dengan harga yang sama pada setiap pasar;
2.      Dua aset dengan arus kas yang identik tidak diperdagangkan dengan harga yang sama; dan
3.      Suatu aset dengan nilai kontrak berjangka yang diketahui, dimana aset tersebut pada saat ini tidaklah diperdagangkan pada harga kontrak berjangka dengan dikurangi potongan harga berdasarkan suku bunga bebas risiko.
Salah satu contoh arbitrase adalah sebagai berikut:
Misalnya nilai tukar ( setelah dipotong biaya penukaran) di London adalah 5 Pounsterling = 10 USD = 1.000 Yen dan nilai tukar di Tokyo adalah 1.000 Yen = 6 Pounstarling = 12 USD. Sehingga dengan melakukan penukaran uang senialai ¥ 1.000 akan memperoleh $ 12 di Tokyo dan dengan menukarkan $ 12 di London akan memperoleh ¥ 1.200, sehingga akan dilakukan arbitrase untuk keuntungan sebesar ¥ 200 tersebut[7].

c.       Jenis Arbitrase
Adapun beberapa jenis arbitrase adalah sebagai berikut:
1.      Arbitrase Merger
Arbitrase merger umumnya dilakukan dengan membeli saham dari perusahaan yang menjadi target akuisisi disamping membeli dengan cara short selling saham perusahaan yang akan mengambil alih.
2.      Arbitrase Obligasi Daerah
Arbitrase obligasi daerah merupakan strategi pengelola investasi global yang menggunakan satu atau dua tehnik. Umunya seorang manejer akan mencari kesepakatan atas nilai relatif dengan cara melakukan penjualan dan pembelian obligasi daerah dengan jangka waktu netral.
3.      Arbitrase Obligasi Konversi
Suatu obligasi konversi merupakan obligasi dimana investor dapat mengembalikannya kepada perusahaan penerbit dengan ditukarkan dengan sejumlah tertentu saham perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Harga dari obligasi konversi ini sangat sensitif terhadap suku bunga, harga saham dan obligasi selisih kredit.
4.      Depository Receipts
Depository receipt adalah sekuriti yang ditawarkan sebagai pengikut saham pada pasar asing, misalnya suatu perusahaan Jepang ingin memperoleh uang maka ia dapat menerbitkan depository receipt pada the New York Stock Exchange, oleh karena terbatasnya jumlah modal yang beredar pada bursa lokal.
5.      Arbitrase peraturan
Arbitrase peraturan adalah suatu arbitrase dimana suatu lembaga mengambil keuntungan atas selisih antara suatu risiko nyata atau risiko ekonomis dengan posisi aturan yang ada.
Selain itu, Remy Sjahdeini menggolonkan arbitrase menjadi 2
(dua) macam, yaitu:
1.      Arbitrase Ad-Hoc
Menurut Sutan Remy Sjahdeini bahwa arbitrase Ad-Hoc bersifat sekali pakai (eenmalig). Berarti, setelah para wasit atau arbiter menjalankan tugasnya, maka arbiter atau majelis arbiter yang memeriksa sengketa itu bubar
2.      Arbitrase Institusional
Merupakan suatu badan arbitrase permanen yang telah mempunyai peraturan prosedur tersendiri untuk menyelesaikan setiap sengketa yang diperiksanya.
            Menurut M. Yahya Harahap bahwa arbitrase institusional
sengaja didirikan untuk menangani sengketa yang mungkin timbul untuk bagi mereka yang menghendaki penyelesaian di luar peradilan. Arbitrase ini merupakan satu wadah yang sengaja didirikan untuk menampung perselisihan yang timbul dari perjanjian. Suyud Margono sebagaimana dikutip pula oleh A. Rahmat Rosyadi dan Ngatino mengatakan bahwa arbitrase institusional merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen sehingga disebut “Permanent Arbital Body”[8].
                  
d.      Kelebihan dan Kelemahan Arbitrase
Lembaga arbitrase disini adalah badan yang dipilih oleh para pihak
yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa. Arbitrase disini dapat berupa, klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat oleh para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat oleh para pihak setelah timbul sengketa. Berikut penjelasan mengenai kelebihan dan kelemahan dari penyelesaian sengketa yang ditempuh melalui jalan arbitrase.
1.      Kelebihan
ü  Kerahasiaan sengketa para pihak terjamin;
ü  Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administrasf;
ü  Para pihak dapat memilih arbiter yang memiliki pengalaman dan latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, secara jujur dan adil;
ü  Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalah serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
ü  Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur sederhana dan langsung dapat dilaksanakan.
2.      Kelemahan
ü  Putusan arbitrase sangat tergantung kepada kemanpuan teknis arbiter untuk memberikan putusan yang memuaskan kepada kedua belah pihak. Karena walaupun arbiter adalah seorang ahli, namun belum tentu dapat memuaskan para pihak.
ü  Tidak terikat dengan putusan arbitrase sebelumnya, atau tidak mengenal legal precedence. Oleh karenanya, bisa saja terjadi putusan arbitrase yang berlawanan dan bertolak belakang;
ü  Pengakuan dan pelaksanaan atau eksekusi putusan arbitrase bergantung pada pengakuan dan kepercayaan terhadap lembaga arbitrase itu sendiri; dan
ü  Proses arbitrase ini akan memakan waktu , tenaga serta biaya yang lebih mahal, jika ada salah satu pihak yang belum puas dan masih ingin memperkarakan putusa arbitrase[9].




[1] Subekti, Arbitrase Perdagangan, Bina Cipta, Bandung, 1992, hal. 1.
[2] H. Priyatna Abdurrasyid, Penyelesaian Sengketa Komersial Nasional dan Internasional diluar Pengadilan, Makalah, September 1996, hal. 1.
3H. M. N Poerwosutjipto, Pokok-pokok Hukum Dagang, Perwasitan, kepailitan dan      penundaan pembayaran, Cetakan III, Djambatan, Jakarta, 1992, hal. 1.
[4] Briely J. Law, The Law of Nation, Oxford, clarendon press, 1983, hal. 347.
[5] Frank Elkoury dan Edna Elkoury, How Arbitration Work, Wasington DC., 1974, dikutip dari M. Husseyn  dan A. Supriyani Kardono, Kertas Kerja Ekonomi, Hukum dan Lembaga Arbitrase di Indonesia,  1995, hal. 2.
[6] Wikipedia diakses tanggal 11 Desember 2013.
[7] Wikipedia, diakses pada tanggal 11 Desember 2013.
[8] A. Rahmat Rosyadi dan Ngatino, hal. 81, dikutip  http://jurnal.fhunla.ac.id/index.php/WP/article/download/115/99, tanggal 14 Des. 13

1 komentar:

  1. Harrah's Philadelphia Casino - Mapyro
    Harrah's Philadelphia Casino 동해 출장안마 features 경상남도 출장마사지 561 slot machines, 동해 출장샵 the casino is home 충주 출장마사지 to more than 500 of the hottest games, such as 용인 출장안마 Wheel of Fortune, Fortune,

    BalasHapus